Kapas Bt

Perkebunan kapas

Kapas Bt adalah organisme yang dimodifikasi secara genetik atau dalam bahasa Inggris di sebut genetically modified organism (GMO), merupakan varietas tanaman kapas yang tahan hama dan menghasilkan insektisida untuk memerangi bollworm.

Deskripsi

Untaian bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) memproduksi lebih dari 200 toksin Bt yang berbeda-beda dan masing-masing berbahaya bagi jenis serangga yang berbeda-beda pula. Yang paling menonjol, toksin Bt merupakan insektisida terhadap larva ngengat dan kupu-kupu, kumbang, kapas bollworm dan lalat ghtu yang tidak berbahaya bagi kehidupan.[1] Pengodean gen untuk toksin Bt dimasukkan ke dalam jenis kapas sebagai transgen, sehingga memproduksi insektisida alami ini di dalam jaringannya.

Di banyak daerah, hama utama kapas komersial adalah lepidoptera dan larva, yang dibunuh oleh protein Bt dalam kapas yang dimodifikasi secara genetik yang mereka makan, sehingga tidak perlu menggunakan insektisida spektrum-luas untuk membunuh hama lepidoptera tersebut (namun beberapa di antaranya telah mengembangkan resistensi piretroid). Dengan demikian menyelamatkan predator serangga alami dalam ekologi tambak dan selanjutnya berkontribusi pada pengelolaan hama non-insektisida.

Kapas Bt tidak efektif terhadap hama kapas seperti kutu tanaman, kutu coklat busuk, dan afid; tergantung pada keadaan jika ingin menggunakan insektisida sebagai pencegahan. Sebuah penelitian 2006 yang dilakukan oleh para peneliti Universitas Cornell, Kementerian Pertanian Republik Rakyat Tiongkok dan Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok tentang pertanian kapas Bt di Tiongkok, menemukan bahwa setelah tujuh tahun hama sekunder yang biasanya dikendalikan oleh pestisida, kini telah meningkat, mengharuskan penggunaan pestisida pada tingkat yang mirip dengan kapas non-Bt, hal ini tentu saja mengurangi keuntungan para petani karena ada biaya tambahan untuk memperoleh benih GMO.[2]

Kontroversi

Penggunaan kapas Bt mengakibatkan sejumlah kontroversi. Berdasarkan sejumlah penelitian, kapas Bt berdampak buruk pada kesehatan biologis lahan, khususnya mikroorganisme dan enzim yang menguntungkan. Di beberapa negara, kapas Bt telah menimbulkan dampak negatif sehingga penggunaannya banyak dikritik oleh kelompok tani dan aktivis lingkungan.[3]

Di India, penanaman kapas Bt membutuhkan pestisida yang lebih banyak dibanding varietas-varietas lan bagi petani kecil. Selain itu, populasi hama non-target di ladang kapas Bt juga meningkat tajam sehingga menghambat upaya pengurangan penggunaan pestisida.[4] Penelitian Navdanya juga menunjukkan bahwa produksi kapas Bt hanya sebesar 400-500 kg per ekar, jauh di bawah klaim Monsanto sebesar 1500 kg/ekar. Hasil survei Research Foundation for Science, Technology and Ecology juga menemukan bahkwa hasil produksi di semua lahan percobaan jauh di bawah klaim Monsanto. Di Tiongkok, penanaman kapas Bt menyebabkan peningkatan populasi kumbang miridae hingga 12 kali lipat sejak 1997. Bahkan, menurut sebuah penelitian pada 2008, keunggulan finansial kapas Bt tidak sebanding dengan peningkatan penggunaan pestisida untuk mengatasi hama non-target.[3]

Penggunaan di dunia

India

Kapas Bt telah dibudidayakan secara masif di India sejak tahun 2000. India memiliki sekitar 1500 varietas kapas, tetapi kapas Bt mampu mendominasi hingga 95% budidaya kapas di India. Budidaya kapas Bt pada awalnya sempat gagal di negara-negara selatan India karena hasil panen yang buruk dan peningkatan hama non-target. Namun, berkat kesuksesan varietas hibrida, budidaya kapas Bt mencapai puncaknya pada 2007-2008; India yang pada awalnya negara pengimpor kapas pada 2002 menjadi eksportir kapas pada 2008-2009.[3][5]

Sekitar 97% dari kapas Bt yang dibudidayakan berasal dari perusahaan benih Monsanto yang memiliki dan mengelola perjanjian kapas dengan perjanjian lisensi. Artinya, petani harus membayar semacam royalti pada perusahaan untuk menggunakan benih kapas Bt sehingga harganya mahal. Benih ini hanya mampu bertahan untuk satu generasi sebelum kehilangan kemampuan sehingga memaksa petani untuk terus-menerus membeli benih setiap tahunnya.[3][6][7]

Pada 2000, Indian Council of Agricultural Research (ICAR) memulai penelitian untuk mengembangkan varietas kapas Bt yang lebih murah dan bisa digunakan ulang. Setelah melalui penelitian panjang, kapas versi ICAR menggabungkan gen cry1Ac dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) mulai digunakan oleh para petani pada 2008. Namun, kapas ini hanya bertahan selama satu tahun karena hasil buruk di lapangan. Varian tersebut mengandung gen MON 531 yang dimiliki oleh Monsanto dalam rangkaian DNA yang lebih panjang hingga mendorong investigasi terhadap varietas kapas Bt.[7] Di beberapa wilayah India, penjualan dan distribusi kapas Bt sempat dilarang. Pada 2003, Komite Persetujuan Rekayasa Genetika (GEAC) di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan India menolak izin komersial kapas Bt Monsanto di negara-negara bagian India utara, meski pada akhirnya Monsanto diizinkan untuk melakukan penjualan.[6] Penjualan benih kapas Bt juga dilarang di Maharashtra pada 2012, tetapi pemerintah mencabut pelarangan itu pada 2013.[8]

Burkina Faso

Burkina Faso, produsen kapas teratas di Affrika dan no.10 di dunia melarang penjualan kapas Bt Monsanto karena harga yang tidak ekonomis. Negara ini mulai membudidayakan kapas Bt pada 2000-an untuk menjadikannya produk ekspor utama. Pada 2003 Burkina Faso mengizinkan uji coba penanaman oleh Monsanto dan Syngenta dan memulai produksi skala besar kapas transgenik pada 2007. Namun, asosiasi petani kapas mengungkap bahwa kapas Bt mengakibatkan penurunan kualitas, meski kuantitasnya meningkat. Penurunan kualitas ini menyebabkan kerugian petani mencapai 82,4 juta dollar AS pada 2011-2016. Oleh karena itu, asosiasi petani kapas menargetkan 100% produksi kapas konvensional dan menolak penggunaan kapas Bt.[9]

Kenya

Di Kenya penggunaan dan pembudidayaan kapas Bt baru dimulai pada 2021 setelah hampir dua dekade menunggu izin komersialisasi. Petani di wilayah hilir Mwea dapat memanen kapas hingga tiga kali kapas konvensional dalam jangka waktu yang lebih pendek, berkisar antara 130 hingga 180 hari.[10]

Referensi

  1. ^ "Bt cotton - Explanation". University of Montana - Ethics and Public Affairs Program. 2013. 
  2. ^ Susan Lang (July 25, 2006). "Seven-year glitch: Cornell warns that Chinese GM cotton farmers are losing money due to 'secondary' pests". Cornell news. Cornell University. 
  3. ^ a b c d Shiva, Vandana (2023). Berdamai dengan Bumi: Kejahatan Korporasi dan Masa Depan Sumber Daya, Tanah & Pangan. Diterjemahkan oleh Sari, Kumala. Yogyakarta: Penerbit Independen.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  4. ^ Swaminathan, Madhura; Rawal, Vikas (2011). "Are there Benefits from the Cultivation of Bt Cotton? A Comment Based on Data from a Vidarbha Village". Review of Agrarian Studies. 1 (1). doi:10.22004/ag.econ.308570. ISSN 2117-4857. 
  5. ^ Kurmanath, KV (2016-03-22). "Bt cotton: how it flowered and is losing lustre now". The Hindu BusinessLine (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-06-07. 
  6. ^ a b Shiva, Vandana; Jafri, Afsar H. (2004). "Failure of GMOs in India". Synthesis/Regeneration. 33. 
  7. ^ a b Jayaraman, K. S. (2012-02-14). "India investigates Bt cotton claims". Nature (dalam bahasa Inggris). doi:10.1038/nature.2012.10015. ISSN 1476-4687. 
  8. ^ Deshpande, Vivek (2013-05-06). "Maharashtra lifts ban on Mahyco’s Bt cotton seeds". The Indian Express (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-06-07.  C1 control character di |title= pada posisi 32 (bantuan)
  9. ^ "Top African producer bans GM cotton". phys.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-06-07. 
  10. ^ "Bt cotton ready for harvesting". Kenya News. 2021-08-09. Diakses tanggal 2024-06-07.